Selasa, 17 Juni 2014

Pengukuran Risk-Based Bank Rating (RBBR)


Tanggal 5 Januari 2011 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/1/PBI/2011 yang menyebabkan terjadinya perubahan tata cara penilaian dan pelaporan bank. Munculnya peraturan ini adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian tingkat kesehatan bank dengan pendekatan berdasarkan risiko dan menggunakan 4 faktor pengukuran yaitu profil risiko (risk profile), good corporate governance (GCG), rentabilitas (earnings), dan permodalan (capital). Keempat faktor ini adalah satu kesatuan nilai yang akan menjadi hasil akhir peringkat tingkat kesehatan bank.  
Dalam PBI yang mengatur RBBR ini menyebutkan bahwa bank wajib memelihara dan/atau meningkatkan tingkat kesehatan bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usaha.
Perbedaan dari PBI ini adalah adanya penilaian yang dapat dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan pada periode penilaian yang dilakukan setiap semester (posisi akhir bulan Juni dan Desember). Selain itu adalah peringkat setiap faktor tersebut ditetapkan berdasarkan kerangka analisis yang komprehensif dan terstruktur. Dalam PBI ini juga mewajibkan Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia yang merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian tingkat kesehatan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan/atau self assessment oleh bank.  
Bank Indonesia sendiri melakukan penilaian tingkat kesehatan bank setiap semester, dimana apabila terdapat perbedaan hasil penilaian yang dilakukan bank Indonesia dengan hasil self assessment bank, maka yang berlaku adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
“Peraturan ini akan segera berlaku 1 Januari 2012 dan dipakai untuk penilaian Desember 2011. Harus mulai dilakukan uji coba oleh bank pada bulan Juli 2011 untuk posisi Juni 2011. Sedangkan SE (Surat Edaran) secara lebih detail, mudah-mudahan, keluar bulan Depan.” Demikian disampaikan Teguh Supangkat Peneliti Eksekutif dari Bank Indonesia saat menjadi narasumber pada Workshop Identifikasi PBI No.13/1/PBI/2011 di Hotel JW. Marriott (27/4) lalu.
Teguh Supangkat menjelaskan bahwa latar belakang munculnya peraturan ini adalah global financial reform sebagai respon atas krisis keuangan global tahun 2008 dimana Indonesia sebagai anggota G-20 melakukan penyempurnaan kerangka RBS dan penilaian tingkat kesehatan bank dengan peningkatan kewaspadaan dari manajemen risiko yang ada. Hal ini terkait pula dengan Basel II dan III, dimana pada Basel III terkait dengan penguatan modal dan penyempurnaan manajemen risiko. Selain itu karena Indonesia harus mengacu pada International Financial Reporting Standard (IFRS).
PBI dengan pendekatan risiko ini merupakan penyempurnaan dari sistem penilaian dan kerangka pengawasan bank dimana ada mekanisme judgement dan analisis komprehensif terstruktur sebagai landasan utama.
"Pendekatan risk-based artinya belum ada suatu pelanggaran. Baru akan mendekati suatu pelanggaran dan ada tendensi mau melakukan pelanggaran. Berarti kita harus segera melakukan perbaikan dan tindakan." Lanjutnya.
***
Peneliti Senior Bank Indonesia, Sally Marintan Hutapea yang juga menjadi narasumber pada workshop ini menjabarkan metodologi penilaian tingkat kesehatan bank. Hal yang sama disampaikan Sally bahwa metodologi RBBR ini akan menjadi Surat Edaran (SE) Bank Indonesia yang rencananya akan segera dikeluarkan Mei 2011 ini.
Sally menekankan bahwa implementasi RBBR ini lebih pada aspek analisis dan judgement dimana dari sisi Bank Indonesia berupaya mengembangkan suatu sistem penilaian peringkat atau rating yang lebih fleksibel agar dapat lebih mengakomodir keunikan dari masing-masing bank yang ada.
"Disadari tidak ada satu bank yang sama, sehingga dalam penilaian tingkat kesehatan bank tidak ada one size fits all approach. Walaupun kami akan memberikan indikator utama tetapi bank sendiri yang akan menentukan risk profile, GCG, rentabilitas, dan permodalan bank sendiri.” Jelas Sally.
Tetapi walau demikian, tetap ada rambu-rambu yang diberikan oleh Bank Indonesia saat bank melakukan penilaian. “Tentunya rambu-rambu kami akan berikan. Jadi menurut bank central inilah minimum requirement yang harus ada pada saat bank akan menilai risiko kredit, risiko pasar, operasional, likuiditas, juga modal dan rentabilitas. Tetapi tugas selanjutnya untuk memasukan indikator atau aspek yang unik terhadap bank itu adalah tugas bank." Imbuhnya.
RBBR merupakan integrasi antara 2 sistem rating yg berbeda yaitu CAMELS dan risk profile dimana sebelumnya pada risk profile ada 9 item risiko dan 6 poin pada CAMELS yang menjadi 4 faktor penilaian RBBR menjadi single rating system.  
Pada tataran implementasi, tantangan yang teridentifikasi baik dari pihak Bank Indonesia maupun dari pihak bank adalah:
  1. Mengubah mindset dari kuantitatif menjadi analytical thinking yang didasari oleh analisis atas fakta-fakta
  2. Mengubah konsep dan aplikasi risiko inheren (inherent risk)
  3. Konsep analisis dan rasio-rasio baru
  4. Metodologi baru untuk mengaitkan modal dengan risiko 

“Bank Indonesia juga sedang membangun suatu sistem yang namanya bank performance report, berisi rasio-rasio yang datanya terutama dihasilkan oleh Laporan Bank Umum. Kami juga membentuk peer group yang  berdasarkan size dan juga yang berdasarkan ownership.” Ungkap Sally.
***
Workshop pembahasan mengenai identifikasi, metodologi dan implementasi RBBR ini terselenggara untuk merespon hadirnya PBI baru dimana bank dituntut untuk mempelajari, memahami dan mampu memenuhi kewajiban dalam PBI ini. Workshop berlangsung 2 hari dari 27 – 28 April 2011 di Hotel JW. Marriott, diikuti 37 peserta dari berbagai bank di Indonesia.
Dengan menghadirkan para narasumber kompeten dari Bank Indonesia sebagai regulator sektor perbankan dan moneter, pembahasan mengenai RBBR dapat dikupas secara mendalam mengenai 4 faktor penilaian RBBR yaitu profil risiko, GCG, earnings dan capital. (adm/ga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar