Jumat, 28 Februari 2014

pembiayaan fiktif BSM bogor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Syariah Mandiri (BSM) menyerahkan penanganan kasus tindak pidana perbankan di BSM Kantor Cabang Bogor kepada pihak kepolisian. Namun untuk masalah pembiayaan nasabah, BSM yakin dapat menyelesaikannya, termasuk meminta pertanggungjawaban kepada para pihak terlibat sesuai mekanisme hukum berlaku.

Corporate Secretary BSM, Taufik Machrus mengatakan saat ini ketiga pegawai BSM berinisial JL, HH dan MA yang terlibat kasus tidak pidana perbankan sudah dipecat. JL di-PHK pada 1 November 2012, HH 1 Desember 2012 dan MA pada 4 Oktober 2013.

Taufik mengatakan BSM menemukan ada pelanggaran ketentuan internal yang berindikasi adanya dugaan tindak pidana perbankan di BSM KC Bogor pada 2012. Atas temuan tersebut, dalam rangka menegakkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance atau GCG), BSM menurunkan tim audit internal. "Hasil  pemeriksaan tim audit internal memperkuat adanya dugaan tindak pidana perbankan dimaksud," ucap Taufik saat jumpa pers, Kamis (24/10).

Untuk memproses dugaan tindak pidana tersebut, BSM melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri dan mendukung penegakan hukum oleh kepolisian sebagai integritas dan dalam rangka melindungi para pemangku kepentingan perusahaan.

Kasus tersebut tidak membuat BSM takut kehilangan nasabah. "Justru pengungkapan kasus ini menunjukkan bahwa BSM punya sistem kontrol internal yang bagus. Sistem ini akan menambah keyakinan dan kepercayaan nasabah bahwa BSM mampu mengawal pembiayaan yang ada," ucap Machrus.

Dalam kesempatan tersebut Machrus mengatakan bahwa mobil mewah yang disita kepolisian bukanlah mobil milik mantan pegawai BSM tetapi milik developer yang menyediakan perumahan untuk pemohon pembiayaan perumahan bernama Iyan Permana.

Konsultan Hukum BSM, Bambang Sulistiyono mengatakan BSM belum dapat memastikan berapa total kerugian yang timbul. "Yang jelas dari total pembiayaan perumahan yang disalurkan pada kasus itu sebanyak Rp 102 miliar, yang sudah kembali sekitar Rp 50-an miliar," ujarnya.  

Sulis, sapaan akrabnya mengatakan tingkat pembiayaan bermasalah (non performing financing atau NPF BSM tidak terganggu atas adanya masalah tersebut. Pasalnya BSM mempunyai early warning system yang baik sehingga dapat mendeteksi adanya penyimpangan. "Kami punya Direktorat Kepatuhan yang selalu memantau. Kalau penyaluran pembiayaan suatu kantor cabang tiba-tiba meningkat drastis maka akan diselesaikan," ujarnya.

Sulis belum tahu adakah nasabah fiktif atau tidak dalam kasus tersebut. "Kita tidak bisa katakan palsu atau tidak palsu. Itu tugas penyidik untuk membuktikannya," kata dia.

Ini adalah kasus tindak pidana perbankan pertama yang dialami BSM. Ke depannya BSM akan lebih memperbaiki early warning system-nya