REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
-- PT Bank Syariah Mandiri (BSM) menyerahkan penanganan kasus tindak
pidana perbankan di BSM Kantor Cabang Bogor kepada pihak kepolisian.
Namun untuk masalah pembiayaan nasabah, BSM yakin dapat
menyelesaikannya, termasuk meminta pertanggungjawaban kepada para pihak
terlibat sesuai mekanisme hukum berlaku.
Corporate Secretary
BSM, Taufik Machrus mengatakan saat ini ketiga pegawai BSM berinisial
JL, HH dan MA yang terlibat kasus tidak pidana perbankan sudah dipecat.
JL di-PHK pada 1 November 2012, HH 1 Desember 2012 dan MA pada 4 Oktober
2013.
Taufik mengatakan BSM menemukan ada pelanggaran ketentuan
internal yang berindikasi adanya dugaan tindak pidana perbankan di BSM
KC Bogor pada 2012. Atas temuan tersebut, dalam rangka menegakkan tata
kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance atau GCG), BSM menurunkan tim audit
internal. "Hasil pemeriksaan tim audit internal memperkuat adanya
dugaan tindak pidana perbankan dimaksud," ucap Taufik saat jumpa pers,
Kamis (24/10).
Untuk memproses dugaan tindak pidana tersebut, BSM
melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri dan mendukung penegakan
hukum oleh kepolisian sebagai integritas dan dalam rangka melindungi
para pemangku kepentingan perusahaan.
Kasus tersebut tidak
membuat BSM takut kehilangan nasabah. "Justru pengungkapan kasus ini
menunjukkan bahwa BSM punya sistem kontrol internal yang bagus. Sistem
ini akan menambah keyakinan dan kepercayaan nasabah bahwa BSM mampu
mengawal pembiayaan yang ada," ucap Machrus.
Dalam kesempatan
tersebut Machrus mengatakan bahwa mobil mewah yang disita kepolisian
bukanlah mobil milik mantan pegawai BSM tetapi milik developer yang
menyediakan perumahan untuk pemohon pembiayaan perumahan bernama Iyan
Permana.
Konsultan Hukum BSM, Bambang Sulistiyono mengatakan BSM
belum dapat memastikan berapa total kerugian yang timbul. "Yang jelas
dari total pembiayaan perumahan yang disalurkan pada kasus itu sebanyak
Rp 102 miliar, yang sudah kembali sekitar Rp 50-an miliar," ujarnya.
Sulis, sapaan akrabnya mengatakan tingkat pembiayaan bermasalah (non performing financing atau NPF BSM tidak terganggu atas adanya masalah tersebut. Pasalnya BSM mempunyai early warning system
yang baik sehingga dapat mendeteksi adanya penyimpangan. "Kami punya
Direktorat Kepatuhan yang selalu memantau. Kalau penyaluran pembiayaan
suatu kantor cabang tiba-tiba meningkat drastis maka akan diselesaikan,"
ujarnya.
Sulis belum tahu adakah nasabah fiktif atau tidak dalam
kasus tersebut. "Kita tidak bisa katakan palsu atau tidak palsu. Itu
tugas penyidik untuk membuktikannya," kata dia.
Ini adalah kasus tindak pidana perbankan pertama yang dialami BSM. Ke depannya BSM akan lebih memperbaiki early warning system-nya